Rabu, 05 Desember 2012

Ketika Agama Memisahkan Cinta Kita


Kau dan aku tahu, bahwa kita saling cinta.
Kau dan aku tahu, bahwa kita saling melindungi satu sama lain.
Kau dan aku tahu, bahwa kita mempunyai banyak mimpi untuk dijalani berdua.
Mereka pun tahu, kita pasangan romantis yang pernah mereka kenal.

Namun ada satu tembok besar penghalang cinta kita berdua. Agama. 
Aku Kristen dan kamu Islam. 
2 agama berbeda di dunia ini yang terkadang saling menghina di belakang layar konspirasi.
Apakah agama itu sekedar agama?
Ataukah itu merupakan cap kita tentang sebuah kepercayaan?
Atau itu sebuah alat untuk mempermainkan politik, ideologi, dan kekuasaan di dunia ini?
Atau hanya untuk sekedar mengisi kolom "AGAMA" di KTP?
Atau agama adalah jalan untuk bertemu dengan Tuhan?
Banyak pertanyaan yang mungkin terdengar sarkastik atau lucu lainnya. Tetapi masih belum bisa menjawab pertanyaan dalam benakku. "Apakah salah cinta dengan seseorang yang berbeda agama?"

Banyak sudah momen yang kita lewati bersama. Aku selalu menunggumu untuk Shalat Jum'at jika kita sedang bepergian pada hari Jum'at. Kau pun begitu, selalu mengantarkanku dan menungguku pergi ibadah di gereja setiap minggu pagi, lalu kemudian kau membawaku ke Taman Kalista untuk sarapan bubur ayam kesukaanku.

Tak jarang aku juga mengingatkanmu untuk Shalat jika sudah memasuki waktunya disamping untuk menanyakan kabarmu dan sedang apa. Aku sudah hapal jadwal Shalat lima waktu. Kau yang selalu membangunkanku jam 5 pagi lewat deringan telepon pada handphoneku setelah kau Shalat subuh. Membuatku tidak bisa tidur lagi dan memaksaku untuk segera bergegas bersiap untuk berangkat kerja. 

Umur cinta kita pun sudah tidak bisa dibilang muda. Sudah saatnya mungkin melanjutkannya ke jenjang yang lebih sulit dan penuh tantangan : pernikahan.

Pernikahan adalah salah satu mimpi kita yang sering kita impikan bersama, membayangkan bagaimana kisah kita akan bermula dan berakhir. Membayangkan bagaimana rasanya kita akan mempunyai anak dan kemudian pada tahap selanjutnya akan mempunyai cucu. Ah indah sekali. Mungkin itu cuma mimpi. Tapi mimpi tidak ada yang tidak mungkin, bukan? Mimpi itu masih menjadi mimpi sebelum tembok itu kembali menghalangi.

Orang tuaku dan orang tuamu tidak setuju kita untuk menikah. Alasan mereka : apa kata orang kalo kamu nikah sama orang yang beda agama? Klise. Ingin rasanya aku memberontak untuk memberi tahu bahwa pikiran seperti itu kolot. Kemudian aku bercerita kepadanya dan ia pun juga mengutarakan hal yang sama. Kami pun memutar otak, memeras hati dalam menghadapi ini.

Kita tidak bisa begini terus menerus. Harus diakhiri atau dilanjutkan. Sial! Mimpi burukku sekarang menjadi kenyataan. Tapi masalah harus dihadapi dan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Kemudian aku bercerita kepada sahabat-sahabatku tentang permasalahan yang sedang aku hadapi. Ada yang pro ada yang kontra. Wajar. Ini merupakan masalah yang menyangkut kehidupanku, kehidupannya, keluargaku dan keluarganya. Banyak pihak yang terlibat di sini apabila ini benar-benar terjadi. 

Suatu malam aku merenung dan bertanya kepada diriku sendiri. Mengapa aku harus menghadapi masalah seperti ini. Apakah mungkin ini sebuah cobaan yang mungkin bisa merubah diriku sepenuhnya? Apakah ini rintangan berupa kerikil kecil atau batu gunung yang besar yang menghalangi perjalananku? Salahkah aku mencintai seseorang yang berbeda agama dariku? 

Bukankah inti dari semua agama itu sama, yaitu mengajarkan kebaikan. Aku tak pernah melihat di kitab suci manapun yang mengajarkan keburukan. Kita semua diciptakan oleh Tuhan. Seharusnya deangan berbagai cara apapun kita bisa kembali lagi ke Tuhan dengan cara apapun. Bukankah setiap dari kita punya hak untuk itu? Mengapa masih ada yang menghalangi seolah sekat-sekat yang justru aku merasa sebagai pemicu perkelahian diantara semua agama. Merasa paling benar, kalau tidak mengikutinya berarti salah dan sesat. Sejak kapan ada rumusan seperti itu? 

Aku membayangkan seandainya keluargaku dan keluarganya dapat bersama-sama bergandengan tangan tanpa melihat adanya perbedaan diantara kami. Sebuah toleransi. Ya, kita butuh yang namanya toleransi. Toleransi beragama! Sama seperti yang sudah kulakukan selama ini. Apapun yang dia lakukan itu adalah kepercayaan dia, begitupun dengan aku. Kepercayaan kita mungkin berbeda, tetapi cinta kita, hati kita, impian kita satu. 

Aku membayangkan setiap Hari Raya Natal kau sekeluarga datang kerumah untuk sekedar bersilaturahim dan bertukar cerita canda dan tawa. Seakan tidak ada sekat yang memisahkan kita. Juga ketika Hari Raya Idul Fitri kami sekeluarga yang berkunjung ke rumahmu. Menyantap opor ayam, kue kering, minuman soda, madumongso kesukaanmu yang selalu tersedia setiap Lebaran dan selalu habis pertama karena kau memakannya seperti orang kelaparan.

Kemudian aku teringat sebuah perkataan teman yang dulu kita sering sharing sampai pagi membahas hal dari yang penting sampai yang tidak penting. Dia berkata bahwa Agama yang baik adalah agama yang bisa membuat kita menjadi manusia yang lebih baik. Aku berpikir apakah aku harus pindah agama? Atau aku tetap pada agamaku dan dia tetap pada agamanya dan kami melanjutkan kisah ini?

Aku yakin semua kejadian ini tidak ada yang kebetulan. Semua ada hikmah yang terkandung di dalamnya. Entah itu hikmah buruk atau baik. Entah itu bagiku atau bagi keluargaku atau keluargamu atau juga kau. 

Mungkin aku kurang beriman sehingga mendapatkan ujian seperti ini? Atau juga karena level keimananku sudah tinggi makanya aku diuji dengan level yang tinggi juga? 

Hidup ini penuh dengan konsekuensi atas pilihan kita. Konsekuensi terkadang ada yang bisa kita tanggung dan terkadang ada yang tidak. 

Pilihan juga merupakan salah satu dari perjalanan hidup kita. Setiap pilihan ibaratnya seperti percabangan jalan. Kanan dan kiri. Apapun yang kita ambil semuanya pasti akan berujung kepada sungai yang sama yang bernama kematian, yang merupakan tujuan akhir hidup kita. Kalau tujuan kita sama, asal kita berbeda tentu itu hal yang tidak perlu diperdebatkan, bukan?

Ketika agama memisahkan cinta kita. Ironis. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar